Homepage/ Pertanyaan IPS / Bagaimana bentuk sistem kepercayaan pada masa bercocok tanam Bagaimana bentuk sistem kepercayaan pada masa bercocok tanam Oleh admin Diposting pada Juni 18, 2022
- Pada masa bercocok tanaman, manusia sudah mulai bertempat tinggal secara menetap dan hidup lebih teratur dalam bentuk kelompok-kelompok. Selain itu, sudah muncul perkampungan masyarakat kecil yang membentuk sebuah organisasi yang memiliki kepala suku dan bersifat menetap. Masyarakat masa bercocok tanaman terjadi setelah masa berburu dan mengumpulkan makanan. Pada masa masyarakat bercocok tanam tingkat awal terdapat masyarakat yang masih menetap sementara. Dikutip dari buku Rekam Jejak Peradaban Indonesia 2017, Beberapa ciri-ciri yang dapat dilihat dan dipelajari dari masyarakat praaksara adalah fosil manusia, alat-alat kehidupan, fosil tumbuhan, dan fosil hewan. Dikutip dari modul Sejarah Kelas X disusun oleh Irma Samrotul Fuadah 2020, ciri-ciri masyarakat pada masa bercocok tanam terdiri dari sistem kepercayaan, kehidupan sosial, budaya yang dihasilkan, sistem ekonomi yang digunakan, dan teknologi yang tersedia pada masa tersebut. Sistem Kepercayaan di Masa Bercocok Tanam Masyarakat pada masa bercocok tanaman sudah memiliki kepercayaan terhadap adanya hal gaib. Mereka juga melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang dan pohon yang rimbun serta menakutkan. Zaman itu, bentuk menakutkan dan mengerikan dari sebuah pohon dianggap terjadi karena adanya kekuatan roh. Selain itu, masyarakat pada masa bercocok tanam memuja batu besar, hewan besar, dan beberapa kekuatan alam seperti petir, topan, banjir, dan gunung meletus. Kepercayaan masyarakat pada masa bercocok tanam dibagi menjadi dua aliran sebagai berikut a. AnimismeAnimisme merupakan kepercayaan kepada benda-benda tertentu. Masyarakat pada masa bercocok tanam percaya bahwa benda-benda tertentu yang dianggap didiami oleh roh-roh. Salah satu contoh kepercayaan ini adalah adanya bentuk kenduri panen untuk memanggil roh pertanian. b. DinamismeDinamisme merupakan kepercayaan kepada benda-benda gaib. Masyarakat masa bercocok tanam percaya bahwa benda-benda tertentu memiliki kekuatan gaib. Contoh dari kepercayaan dinamisme seperti adanya penghormatan kepada pohon, batu besar, gunung, dan jimat. Di Indonesia sampai sekarang ini, masih terdapat beberapa masyarakat yang mempraktekan religi dan kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Sebagai contoh Suku Dayak di Kalimantan yang masih mempraktekan ritual secara animisme dan dinamisme. Kehidupan Sosial di Masa Bercocok Tanam Beberapa kehidupan sosial yang menggambarkan masyarakat pada masa bercocok tanaman sebagai berikut a. Masyarakat masa bercocok tanam tingkat awal dikenal melakukan cocok tanam dengan sistem membersihkan hutan dan menanaminya. Kemudian, setelah lahan tidak subur mereka akan berpindah. Teknik tersebut dilakukan secara berulang-ulang dan sering disebut dengan cara bercocok tanam secara berhuma. Dalam masyarakat bercocok tanam tingkat lanjut, sudah mulai melakukan cocok tanam dengan lahan tetap. b. Masyarakat pada masa bercocok tanam tinggal secara menetap di sekitar huma. Masyarakat sudah dapat mulai menguasai alam lingkungan dibuktikan dengan cara bercocok tanam dan memelihara hewan-hewan. c. Mulai terbentuk kelompok-kelompok perkampungan yang bersifat semi nomaden. Jumlah populasi penduduk meningkat dengan rata-rata usia 35 tahun. d. Meningkatknya kegiatan masyarakat sehingga dibentuk peraturan untuk menjaga ketertiban. Selain itu dipilih seseorang sebagai pemimpin dengan kriteria berwibawa, kuat dan disegani dalam kelompok. e. Masyarakat pada masa bercocok tanam hidup dengan gotong royong dalam upaya memenuhi kebutuhannya. Ciri Budaya di Masa Bercocok Tanam Kebudayaan masyarakat pada masa bercocok tanam sangat berkembang dan semakin baik. Peninggalan masyarakat masa ini semakin banyak dan terbuat dari tanah liat, batu, dan tulang. Beberapa peninggalan kebudayaan pada masa masyarakat bercocok tanam seperti beliung persegi, kapak lonjong, mata panah, gerabah, perhiasan, dan bangunan Megalitikum menhir, dolmen, sarkofagus, kubur batu, punden berundak, waruga, dan arca. Sistem Ekonomi & Teknologi di Masa Bercocok Tanam Pada masa bercocok tanam, ekonomi sudah mulai dilakukan secara mandiri dan tidak bergantung kepada alam. Bidang pertanian dilakukan dengan membabat hutan dan semak belukar untuk ditanami tanaman yang dibutuhkan. Masyarakat bercocok tanam juga melakukan ternak hewan seperti ayam, kerbau, dan hewan lainnya. Diperkiraan masyarakat masa bercocok tanam sudah melakukan kegiatan perdagangan menggunakan sistem barter tukar barang seperti hasil cocok tanam, kerajinan tangan, dan laut. Masyarakat pedalaman membutuhkan ikan dari laut yang dibawa masyarakat sekitar pantai untuk pada masyarakat bercocok tanam, teknologi berkembang dan berevolusi dari kehidupan food gathering menuju food producing. Hal tersebut mempengaruhi kehidupan masyarakat pada masa tersebut secara juga Mengenal Apa Itu Unsur & Bentuk-Bentuk Kerusakan Lingkungan Hidup Mengenal Faktor Pendorong Perubahan Sosial Budaya Lain & Toleransi Mengenal Apa Itu Ciri-Ciri & Fungsi Lembaga Sosial dalam Masyarakat - Pendidikan Kontributor Syamsul Dwi MaarifPenulis Syamsul Dwi MaarifEditor Maria Ulfa
A Bercocok tanam ladang B. Memiliki tempat tinggal tetap C. Mengenal perdagangan D. Mengumpulkan makanan di hutan E. Tinggal di gua-gua SD Matematika Bahasa Indonesia IPA Terpadu Penjaskes PPKN IPS Terpadu Seni Agama Bahasa Daerah Kesenian Indonesia Zaman Zaman batu baru Karya Rizki Siddiq Nugraha Zaman neolitikum ataupun zaman bencana akil balig dimulai sekeliling periode 1500 Sebelum Kristen SM. Kaidah sukma manusia kala itu sudah lalu mengalami perubahan pesat, dari prinsipfood gatheringmenjadifood producting, ialah dengan prinsip berpadan tanam dan memelihara piaraan. Pada hari itu, bani adam sudah berangkat berkampung di rumah panggung untuk menghindari dabat virulen. Manusia sreg masa neolitikum ini pun telah mulai membuat lumbung-lumbung guna menggudangkan persediaan gabah dan gabah. Tradisi menggudangkan padi di randu ini masih dilakukan di Lebak, Banten. Masyarakat Baduy semacam itu menghargai padi yang dianggap anugerah Nyai Sri Pohaci. Mereka lain wajib membeli beras dari pihak asing karena menjualbelikan gabah dilarang secara hukum adat. Mereka telah mempraktikkan swasembada alas sejak zaman leluhur. Pada zaman neolitikum, manusia purba Indonesia telah mengenal dua tipe peralatan, yaitu kapak persegi dan kapak lonjong. Beliung persegi tersebar di Indonesia bagian barat, diperkirakan budaya ini disebarkan terbit Yunan, Cina Selatan yang bermigrasi ke Laja dan selanjutnya ke Indonesia. Pisau caluk bulat panjang tersebar di Indonesia bagian timur yang didatangkan terbit Jepang, kemudian memencar ke Taiwan, Filipina, Sulawesi Lor, Maluku, Irian, dan kepulauan Malanesia. Contoh berbunga kapak persegi yaitu yang ditemukan di Bengkulu, terbuat berusul batu kalsedon, berukuran 11,7 x 3,9 cm, digunakan sebagai benda pelengkap upacara atau bekal kubur. Sedangkan pisau penebang lonjong ditemukan di Klungkung, Bali, terbuat mulai sejak rayuan agats, berukuran 5,5 x 2,5 cm, digunakan dalam formalitas-ritual terhadap semangat leluhur. Selain itu, ditemukan juga sebuah kendi yang dibuat dari petak liat, berformat 29,5 x 19,5 cm, berasal dari Sumba, Nusa Tenggara Timur. Kendi ini digunakan sebagai bekal kubur. Zaman neolitikum berarti dalam album perkembangan peradaban dan publik karena pada hari ini sejumlah penemuan mentah nyata penguasaan sumber-sumber alam bertambah cepat. Berbagai ragam macam merecup-tumbuhan dan hewan mulai dipelihara dan dijinakkan. Jenggala belukar mulai dikembangkan bikin takhlik ladang-ladang. Sreg semangat berladang ini, anak adam sudah menguasai lingkungan alam beserta isinya. Masyarakat pada masa bersua dengan tanam ini nasib menetap kerumahtanggaan suatu perkampungan yang dibangun secara tidak beraturan. Puas awalnya apartemen mereka masih kecil-kecil berbentuk kebulat-bulatan dengan atap nan dibuat dari daun-daunan. Flat ini diduga yakni corak rumah paling berida di Indonesia yang setakat sekarang masih dapat ditemukan di Timor, Kalimantan Barat, Nikobar, dan Andaman. Kemudian bau kencur dibangun bentuk-bentuk yang bertambah besar dengan menggunakan kusen. Apartemen ini berbentuk persegi tangga dan dapat menampung bilang anak bini inti. Rumah-kondominium tersebut mungkin dibangun berdempetan dengan tegal-ladang mereka atau agak jauh semenjak ladang. Kondominium nan dibangun bertiang itu privat tulang beragangan memencilkan bahaya bermula banjir dan satwa brutal. Masyarakat bercocok tanam ini memiliki ciri yang spesifik. Salah satunya ialah sikap terhadap bendera spirit sudah mati. Pendamping bahwa roh seseorang enggak ki amblas puas saat orang meninggal suntuk mempengaruhi kehidupan mereka. Seremoni yang minimal menyolok yakni ritual lega perian penguburan terutama cak bagi mereka yang dianggap terkemuka oleh mahajana. Biasanya yang meninggal dibekali beraneka macam barang keperluan sehari-waktu, sebagaimana perhiasan, belanga, dan lain-lain agar perjalanan yang mati ke alam usia terjalin keselamatannya. Tubuh seseorang yang telah mati dan mempunyai pengaruh kuat umumnya diabadikan dengan mendirikan bangunan godaan osean. Jadi, konstruksi itu menjadi sedang penghormatan, arena singgah, dan lambang ranah. Bangunan-konstruksi yang dibuat dengan memperalat batu-bencana besar itu pada balasannya melahirkan kebudayaan yang dinamakan megalitikum alai-belai segara. Hasil kebudayaan zaman godaan mulai dewasa menunjukkan bahwa manusia purba telah mengalami banyak kemajuan dalam menghasilkan organ-alat. Ada sentuhan tangan basyar, sasaran masih tetap dari batu, namun mutakadim lebih renik, diasah, suka-suka jamahan rasa seni. Kepentingan alat yang dibuat jelas penggunaannya. Hasil budaya zaman neolitikum, antara lain 1. Kapak persegi Pisau penebang persegi terbuat semenjak alai-belai persegi. Kapak ini dipergunakan untuk melakukan kayu, menggarap tanah, dan melaksanakan upacara. Di Indonesia, pisau penebang persegi banyak ditemukan di Jawa, Kalimantan Selatan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. 2. Kapak lonjong Kapak ini disebut kapak bulat telur karena penampangnya berbentuk bulat telur. Ukurannya suka-suka nan raksasa ada yang kecil. Alat digunakan sebagai cangkul untuk menggarap tanah dan menyelang kayu atau pohon. Tipe kapak bujur telur ditemukan di Maluku, Papua, dan Sulawesi Utara. 3. Indra penglihatan panah Mata kilat terbuat pecah batu yang diasah secara kecil-kecil. Gunanya untuk berburu. Kreasi mata panah terbanyak di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. 4. Gerabah Gerabah dibuat berpunca tanah pekat. Fungsinya untuk berbagai keperluan. 5. Perhiasan Masyarakat neolitikum mutakadim mengenal perhiasan. Di antaranya berupa gelang, rantai, dan pemberat-pemberat. Perhiasan banyak ditemukan di Jawa Barat dan Jawa Tengah. 6. Radas pemukul indra peraba gawang Perkakas pemukul kulit kayu digunakan kerjakan memukul selerang gawang yang akan digunakan ibarat bahan pakaian. Adanya alat ini membuktikan bahwa zaman neolitikum sosok purba sudah mengenal pakaian. Budayadan Hasil Alat yang dihasilkan Semakin lama, pola bercocok tanam dan beternak semakin berkembang. Terdorong oleh pergeseran kebutuhan dari semula menanam umbi-umbian menjadi menanam padi, manusia lantas membuat perkakas yang semakin efektif dan efisien. Mereka mulai memperhalus peralatan mereka. - Masa bercocok tanam lahir melalui proses panjang dari usaha manusia prasejarah dalam memenuhi kebutuhan hidup pada periode-periode sebelumnya. Periode ini amat penting dalam sejarah perkembangan dan peradaban masyarakat, karena beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber alam bertambah cepat. Hal ini dikarenakan kemampuan berpikir manusia prasejarah semakin terasah untuk menjawab tantangan bercocok tanam dimulai sekitar tahun lalu, bersamaan dengan Zaman Neolitikum. Kehidupan masyarakat masa bercocok tanam ditandai oleh perubahan tradisi yang semula mengumpulkan makanan food gathering menjadi menghasilkan makanan food producing.Jenis manusia pendukung dari periode ini adalah Proto Melayu, antara lain suku Dayak, Toraja, Sasak, dan Nias. Masa bercocok tanam sering disebut sebagai masa revolusi kebudayaan karena terjadi perubahan besar pada berbagai corak kehidupan masyarakat praaksara. Kehidupan pada masa bercocok tanam Kehidupan ekonomi pada masa bercocok tanam Secara ekonomi, manusia purba pada periode ini telah berhasil mengolah makanan sendiri food producing. Masyarakatnya mulai membuka hutan kemudian menanaminya dengan sayur dan buah untuk mencukupi kehidupan sehari-hari. Sementara binatang buruan yang mereka tangkap mulai dipelihara dan diternak. pada masa bercocok tanam,antara lain beliung persegi,kapak lonjong,dan gerabah. c. Hasil Budaya yang mereka buat mengalami perkembangan yang sangat tajam, diiringi dengan meningkatnya perkembangan otak manusianya, yang mana mereka sudah mampu membuat beraneka ragam kebudayaan yang lebih baik dari sebelumnya. 5. Bidang teknologi
1. Pada masa bercocok tanam manusia telah memiliki kemampuan membuat seni patung. Bagaimana seni patung yang dikembangkan manusia pada masa tersebut ? Please Bantuannya segera dikumpulin​ JawabanPada masa bercocok tanam, seni patung yang berkembang pada masa ini biasanya terbuat dari logam. Corak patung yang berkembang pada saat itu bercorak monumental yakni corak yang dibuat secara frontal dengan motif simbolik sederhana. Seni patung tersebut didominasi dengan gaya polinesia yang berciri sederhana, mendekati bentuk aslinya, bergaya kaku, dan bersudut sudut.
Penelitianlain menunjukkan bahwa tumbuhan yang pertama ditanam manusia dalam bercocok tanam adalah pohon ara (fig tree) yang memiliki buah banyak dan sedikit manis pada sekitar tahun 10.000 SM - 9.000 SM. Masih pada masa tersebut, barulah bergerak ke gandum dan jenis jenisnya yang tumbuh liar. - Masa bercocok tanam dimulai sekitar tahun lalu, bersamaan dengan Zaman Neolitikum. Ciri-ciri kehidupan manusia purba pada masa bercocok tanam adalah adanya perubahan tradisi dari mengumpulkan makanan food gathering menjadi menghasilkan makanan food producing dengan cara bercocok tanam dan beternak. Sebelum masa bercocok tanam, manusia purba sebenarnya sudah mengembangkan kemampuan untuk bercocok tanam, tetapi dengan cara yang masih sangat cara bercocok tanam yang pertama kali dikenal masyarakat praaksara? Baca juga Masa Bercocok Tanam Ciri-ciri, Kehidupan, dan Peninggalan Bagaimana cara manusia purba mulai bercocok tanam? Manusia purba mulai bercocok tanam pada zaman berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut. Pada masa ini, manusia praaksara telah memiliki keinginan untuk tinggal sementara di gua-gua alam. Selama tinggal di gua, manusia purba mulai mengembangkan teknik bercocok tanam. Bercocok tanam dikerjakan dengan amat sederhana dan dilakukan secara berpindah-pindah mengikuti tempat tinggal dan kesuburan tanah. Pasalnya, ketika bahan makanan di sekitar gua dirasa telah habis, manusia praaksara harus berpindah mencari gua lain yang lingkungannya masih menyediakan sumber pangan. Bentuk bercocok tanam pertama kali yang dikenal manusia purba adalah dengan menanam umbi-umbian seperti keladi.

Padamasa bercocok tanam, manusia telah mampu membuat peralatan yang lebih modern selain dari batu. Peralatan tersebut berasal dari A. logam B. perunggu C. tembaga D. tanah liat E. tulang hewan

Masa bercocok tanam disebut sebagai masa revolusi kebudayaan karena terjadi perubahan besar pada berbagai aspek kehidupan manusia praaksara. Perubahan besar dan sangat pesat salah satunya terjadi pada bidang kesenian. Lantas, bagaimana kesenian yang berkembang pada masa bercocok tanam? Seni suara dan seni tari Kesenian dikenal oleh masyarakat praaksara sejak zaman berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut. Saat itu, mulai berkembang seni lukis, yang dibuktikan dengan temuan lukisan-lukisan di dinding gua tempat manusia purba tinggal. Pada masa berikutnya, yakni masa bercocok tanam, kesenian mengalami perkembangan pesat dan tidak lagi terbatas pada seni lukis. Pada masa bercocok tanam, manusia mulai hidup menetap dan mampu mengolah lahan pertanian. Oleh karena kehidupannya telah menetap dan tidak perlu menghabiskan waktu untuk mencari tempat tujuan selanjutnya, manusia memiliki banyak waktu senggang yang kemudian dimanfaatkan untuk menyalurkan dan mengembangkan jiwa seninya. Pada masa panen padi atau tibanya kelompok pemburu, diduga manusia purba senang melakukan sambutan dengan upacara tarian dan nyanyian. Sayangnya, kesenian dalam bentuk nyanyian dan tarian memang sulit untuk dibuktikan keberadaannya, berbeda dengan seni rupa. Walaupun bukti yang meyakinkan tidak dapat ditemukan, kiranya dapat diduga bahwa pada masa bercocok tanam telah berkembang semacam tarian sakral yang berhubungan erat dengan kehidupan keagamaan. Tarian yang sudah tercipta diperkirakan menggunakan gerakan tangan dan kaki yang masih sangat sederhana. Bukti yang berkaitan dengan lagu atau nyanyian juga sulit ditemukan, tetapi masyarakat masa itu telah mengenal bahasa sederhana sebagai alat komunikasi, sehingga tidak mustahil bagi seni suara untuk berkembang. Seni ragam hias Selain peralatan dari batu yang telah dihaluskan, salah satu hasil budaya pada masa bercocok tanam adalah gerabah. Gerabah adalah peralatan rumah tangga seperti tempat menyimpan makanan, memasak, dan menyimpan air, yang terbuat dari tanah liat. Pada masa bercocok tanam, teknik pembuatan gerabah masih sangat sederhana. Kendati demikian, manusia purba telah mengenal pola hias yang sederhana, misalnya berupa anyaman, garis-garis sejajar, dan pola lingkaran. Pola hias yang sederhana juga ditemukan pada benda-benda yang memiliki fungsi berkaitan dengan keagamaan. Misalnya sarkofagus dan arca-arca batu yang dibuat dengan memerhatikan segi estetika. Seni kriya Mengembangkan kemampuan seni menganyam manik-manik atau batu-batu yang indah sebagai perhiasan. Selain manik-manik, manusia purba yang hidup di tepi pantai juga membuat perhiasan seperti kalung dan gelang dari kulit kerang. Di Indonesia, perhiasan karya manusia purba banyak ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Dari temuan di Tasikmalaya, diketahui bahwa bahan-bahan gelang umumnya terdiri atas batu pilihan, seperti agat, kalsedon, dan jaspis berwarna putih, kuning, cokelat, merah, serta hijau. Referensi Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto Eds. 2008. Sejarah Nasional Indonesia I Zaman Prasejarah di Indonesia. Jakarta Balai Pustaka.
twbtN.
  • vfdq71mwcx.pages.dev/282
  • vfdq71mwcx.pages.dev/219
  • vfdq71mwcx.pages.dev/398
  • vfdq71mwcx.pages.dev/301
  • vfdq71mwcx.pages.dev/230
  • vfdq71mwcx.pages.dev/20
  • vfdq71mwcx.pages.dev/375
  • vfdq71mwcx.pages.dev/79
  • bagaimana kesenian yang berkembang pada masa bercocok tanam